Sunday, July 2, 2017

GURU HARUS KAYA DAN SEJAHTERA

GURU HARUS KAYA DAN SEJAHTERA !
Oleh : Dr (Cand) Dudung Nurullah Koswara, M.Pd
(Ketua PGRI Kota Sukabumi)
 
Menjadi guru di negara maju tidaklah mudah. Setiap guru harus benar-benar memiliki karakter sebagai guru disamping kekuatan profesionalismenya.  Guru harus benar-benar bangga dan mencintai profesinya. Guru harus menempatkan dirinya sebagai “pelayan” masa depan gemiling bagi peserta didiknya.


Tidaklah heran mayoritas negara maju sangat memperhatikan nasib para guru dari berbagai segi. Contoh sederhana saat penulis memotret  salah satu sekolah di Sidney  selama 21 hari, begitu menghargai jasa seorang guru. Guru PNS yang tidak hadir bila digantikan oleh seorang guru pengganti (honorer) maka Sang Guru Honorer dalam sehari diberi insentif sekitar Rp 1 juta.


Di negeri kita guru honorer dalam satu bulan saat menggantikan sahabat PNS yang berangkat haji, sakit dll. insentifnya kurang dari Rp 1 juta. Sehari berbanding sebulan. Terlihat jelas “Jauh Tanggah Ka Langit” perlakuan negara berkembang dengan negara maju berkaitan peran guru.  Tidaklah mungkin sebuah negara maju dengan guru-guru yang “mundur”. Hanya guru yang “kaya” dan sejahtera yang akan mampu memberikan masa depan yang gemilang bagi peserta didiknya.



Guru harus kaya! Kaya kompetensinya. Kaya motivasinya. Kaya pengalamannya. Kaya prestasinya. Kaya relasinya. Kaya rasa cinta pada organisasi profesi dan peserta didiknya. Kaya inspirasi bagi peserta didiknya. Kaya akan berbagai pendekatan dalam mendidik dan mengajar. Guru juga selain kaya harus sejahtera. Sejahtera lahir bathin. Guru yang tidak sejahtera lahir bathin tidaklah mungkin mampu mensejahterakan lahir bathin peserta didiknya.


Guru yang tidak kaya dan tidak sejahtera dimungkinkan akan “memiskinkan” peserta didiknya. Miskin perhatian. Miskin apresiasi. Miskin pengetahuan. Miskin prestasi. Pemerintah pusat di negeri berkembang tidak faham atau pura-pura tak faham tentang betapa pentingnya guru dikayakan dan disejahterakan. Karena guru yang kaya dan sejahtera dapat menularkan kekayaan dan kesejahteraan pada peserta didiknya.


Siapa yang berteman dengan tukang minyak wangi maka akan kecipratan bau wanginya. Siapa yang berteman dengan tukang pandai besi kecipratan  percikan apinya. Begitupun peserta didik yang setiap hari bergaul dengan para guru. Peserta didik akan kecipratan mental dan karakter para gurunya. Guru hebat, kaya, sejahtera dan berprestasi akan “mencipratkan”  keunggulannya pada peserta didiknya.


Pemerintah pusat (Kemdikbud/GTK) harus faham. Lakukan  langkah strategis! Angkat para honorer menjadi PNS dengan syarat yang sesuai peraturan. Cerdaskan guru-guru yang sudah PNS bukan dengan administrasi yang membuat ribet tetapi dengan kegiatan efektif yang mampu mendongkrak para guru agar mayoritas kaya dan sejahtera segalanya. Guru yang tak bisa dikayakan dan disejahterakan. Beri pesangon yang tinggi. Berhentikan! Maaf, mengapa harus diberhentikan? Karena menjadi guru males itu risiko tinggi bagi masa depan generasi bangsa.


Ketika ratusan ribu guru honorer masih menderita, regulasi tentang TPG masih carut marut, para pengawas TPGnya hilang, UKG loncat batas kelulusan menjadi 8,0, guru PNS kenaikan pangkatnya susah, politisasi pendidikan masih kental, pendidikan dasar-menengah-tinggi masih dibenahi, daerah tertinggal masih belum terlayani, sarjana pendidikan banyak yang menganggur. Kok repot-repot  mengurus AGMP. Makin ribet makin banyak proyek gitu?

Selama masih terdapat jeritan penderitaan para guru terutama guru honorer mana mungkin pendidikan kita akan membaik. Guru-guru yang masih  mendapatkan perlakuan diskriminatif dari birokrasi pendidikan pusat dan daerah tidaklah mungkin mampu mengajar dan mendidik dengan baik. Guru yang “miskin” dan tidak “sejahtera” tidak mungkin mampu mencetak generasi sejahtera dan kaya.

Masih ingat kuat dalam ingatan saya bagaimana almarhum Dr Sulistyo menggambarkan penderitaan guru di Indonesia dibanding  dengan negara lain.  Dikisahkan di sebuah rumah sakit, ada seorang pasien  yang seumur hidupnya tak bisa meneteskan air mata, tak dapat menangis. Matanya tak sehat, puluhan dokter dan terapis didatangkan, namun tetap  tak bisa sembuh. Ia tak pernah bisa meneteskan air mata.

Suatu saat datanglah orang Indonesia  membisikan sesuatu di telinga Si Pasien. Ajaib. Si Pasien  tersebut menangis  tersedu-sedu dan air matanya penuh membasahi pipinya. Semua dokter dan terapis kaget! Siapa orang Indonesia itu? Profesor? Orang pintar? Manusia suci? Pendeta? Ulama? Ternyata setelah ditanya ia adalah seorang guru honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi. Kisahnya dibisikan pada Si Pasien dan Si Pasien kaget serta shock, kok masih ada negara yang memperalkukan pendidiki seperti itu?

Maaf kisah diatas agak “diedit” saya sudah sedikit lupa cerita  almarhum Dr Sulistyo yang sempat saya dengar mungkin sepuluh tahun yang lalu. Inilah realitas sebagian guru kita di Indonesia. Mau sampai kapan? Janji tinggal janji. Gonjang-ganjing  kebijakan. Bahkan yang aneh sekali lagi bukannya menyelesaikan “proyek mulia” guru honorer malah berwacana proyek aneh bernama AGMP. Hadeuh.

No comments:

Post a Comment